Organis vs Koor

Bagi kalian yang membaca ini dan sebagai organis, salam kenal :D
Bagi pengajar koor, you will hate me
Bagi anggota koor, saya pasti akan dibilang kuno
Bagi Romo, pasti cuma senyum atau ketawa

Tulisan ini bisa dibilang suatu "curhatan" dari seorang organis yang idealis dan tidak punya waktu belajar lagu baru di luar Puji Syukur atau Madah Bakti). Mungkin karena saya juga terlalu banyak baca forum di musicsacra.com, dan akhirnya banyak tanya ke Romo paroki saya dan akhirannya malah jadi bingung sendiri.

Seorang organis memang susahnya perlu belajar musik sampai ngelotok dari not balok, not angka, tanda birama, keras lembut, syair lagu, isi dari lagu, register suara, reverb, dan lain-lain untuk satu misa ekaristi minggu biasa dengan minimal 12 lagu. Saya sendiri ga langsung belajar langsung bisa, masih berproses. Sampai sekarang pun masi bingung dengan register suara, apalagi tipe organ di rumah dan di gereja beda jadi saya ga bisa nyoba mana yang pas mana yang tidak.

Entah bisa dibilang untung atau gila, saya senang mempelajari hal baru yang lebih berbau teori. Awalnya cuma iseng nyari lagu apa sih yang cocok untuk misa, dan nyari sharing teman-teman organis dari dalam maupun luar negeri. Pencarian saya berakhir di satu topik musicsacra.com yang berisi tulisan seorang organis yang mengatakan bahwa misa Ekaristi itu adalah ucapan syukur kita kepada Tuhan dan semua berpusat pada Tuhan, sehingga pemilihan lagu, permainan musik tidak bisa
terkesan 'murahan'.

Akhirnya rasa penasaran mulai hingga dan segera deh nyari saran lagu yang dapat dimainkan sebelum misa dimulai. Romo bidang liturgi di paroki saya cuma menjelaskan "jangan mainkan lagu apapun. Itu adalah waktu yg tepat merenung, diam dan berpusat kepada Tuhan, bukan sarana unjuk kemampuan, bukan pentas." Sampai sekarang pun saya ga pernah main lagu sebelum misa selain persiapan lagu pembukaan, setelah pastor meminum anggur sampai membagikan sibori ke prodiakon. Saya tahu diluar sana banyak orang yang bilang kuno, ga rame, ga seru masa diem aja, garing.

Suatu saat ada seorang anggota koor yang nanya atau maksa kenapa lagu The Prayer tidak dinyanyikan saat misa baik misa natal atau misa ekaristi biasa. Bapak itu keukeuh pernah ada video di yutub pas misa di depan uskup ada yg nyanyi THE PRAYER, dan uskupnya diem aja. Begitu juga dengan lagu Halelujah Handel. Di luar negeri juga ga ada Puji Syukur dan Madah Bakti, kenapa paroki saya kolot make itu (mungkin maksudnya saya kenapa kolot banget :p). Mungkin kalian yang sedang baca juga bertanya-tanya, dan saya pernah baca artikel ini mungkin bisa membantu :

http://www.kairos.or.id/2013/07/lagu-liturgi-tidak-sama-dengan-lagu.html
https://liturgiekaristi.wordpress.com/category/e-musik-liturgi/
http://belajarliturgi.blogspot.co.id/2011/03/memahami-dan-menghayati-ekaristi.html

Kalau saya baca dari artikel-artikel diatas, selalu ditegaskan bahwa lagu untuk ekaristi itu tidak sama dengan lagu rohani biasa. Bisa dianalogikan bahwa makanan sehat belum tentu enak, dan makanan enak belum tentu sehat. Tapi kalau kalian punya lagu yang akan dipersembahkan saat ekartisti ada baiknya kalau dikonsultasikan dulu tentang apa isi dan syair lagu itu, bagaimana nadanya, temponya, kepada pastor bidang liturgi di paroki masing-masing, karena itu kebijakan tiap paroki bisa berbeda satu sama lain. Contoh yang paling sederhana adalah peranan buku Puji Syukur dan Madah Bakti di tiap paroki akan berbeda.

Menjadi organis juga susah-susah gampang, kita dituntut untuk dapat membangun suasan liturgis dari awal misa sampai akhir yang berarti kita harus mampu menguasai semua lagu secara musikalitas, penjiwaan, dan mampu menyampaikan arti dari lagu tersebut serta sesuai dengan tema yang diangkat pada hari itu.

Makanya lebih baik jika kita sudah siap sekitar 2 minggu sebelum tampil. Namun biasanya ada kebiasaan koor yang sudah latihan dari lama tapi baru menghubungi organis h-7 dari saat tugas. Ternyata lagunya termasuk baru dan bukan lagu liturgis malah condong ke rohani. Saya tolak dan mereka malah ngancem mau pake organis lain. (Silahkan ga pake iri, menyesal, atau apapun. Saya lebih suka koor menyanyi dengan benar dan bisa mengajak umat untuk ikut bernyanyi saat momen magisnya keluar, saat emosi dari lagunya dimainin, saat penekanan nada tiap syair, dan lain-lain. Tapi ya lagi-lagi mungkin karena saya terlalu idealis :p.

Mungkin kalian punya pengalaman lain selain yang saya hadapi... mari kita berbagi ilmu


Komentar